Pukul 15.00 WIB, rupiah stagnan atau sama seperti perdagangan kemarin di level Rp14.710 per dolar AS.

Sepanjang hari ini, harga bergerak di rentang 14.685 – 14.715.

Indeks dolar AS naik 0,03 persen ke level 93,082.

foto : Akseleran

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di perdagangan pasar spot hari ini, setelah membukukan penguatan 5 hari beruntun, dengan total 1,05% sepanjang pekan lalu.

Pada Senin (12/10/2020), US$ 1 dibanderol Rp 14.740/US$ di pasar spot. Rupiah melemah 0,03% dibandingkan dengan penutupan perdagangan terakhir pekan lalu. Sebelumnya di pembukaan perdagangan rupiah menguat 0,17% ke Rp 14.710/US$

Pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dapat menjadi katalis positif untuk mendorong kenaikan nilai rupiah.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (12/10/2020), nilai rupiah terhadap dolar AS naik 1 persen pada pekan lalu setelah pengesahan UU Cipta Kerja. Hal tersebut terjadi setelah nilai rupiah anjlok 4,1 persen pada September lalu ditengah kekhawatiran terhadap independensi bank sentral dan resesi ekonomi pertama sejak 1998.

foto : Kabar Uang

Adapun, sepanjang tahun 2020 nilai rupiah anjlok 5,7 persen sekaligus menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di wilayah Asia.

“Pengesahan omnibus law menjadi kabar baik bagi rupiah karena reformasi struktural jangka panjang akan meningkatkan prospek ekonomi Indonesia. Pada akhir tahun, nilai rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp14.500 per dolar AS,” jelas analis valas Credit Agricole CIB Hong Kong, David Forrester.

Meskipun, rupiah gagal menembus level resistansi pada rerata pergerakan harian 200 harinya, level di Rp15.000 per dolar AS pada tahun ini berhasil dipertahankan. Hal tersebut ditopang oleh neraca perdagangan yang surplus, serta kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku bunga dan mengintervensi nilai Rupiah.

Sementara itu, sentimen global masih menjadi risiko bagi nilai rupiah karena tingkat kepemilikan asing pada pasar surat berharga Indonesia. Selain itu, penyebaran virus corona, dan aksi protes penolakan omnibus law juga dapat melemahkan nilai rupiah.

Sementara itu, analis valas ANZ Banking Group Ltd, Irene Cheung, mengatakan outlook rupiah untuk beberapa pekan ke depan akan bergantung pada sentimen risiko global karena tingkat imbal hasil rupiah yang tinggi di Asia.

“Sentimen pemilu AS akan sangat signifikan karena ketidakpastian yang tinggi serta aliran berita terkait hal tersebut,” ujarnya, seperti dikutip Bloomberg.

Sumber bisnis.com

Loading

You cannot copy content of this page