Nasib Pilu PRT TKI Ilegal di China: Tak Digaji Hingga Punya 2 Anak!

“Bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di China gajinya besar, proses izin tinggal dan bekerja pun mudah”. Itu adalah perkataan yang disebutkan agen tenaga kerja ke Fitri, seorang warga negara Indonesia yang kini tinggal dan bekerja secara ilegal di China.

Namun, belakangan dia ketahui, perkataan itu adalah penipuan belaka karena China melarang PRT dari luar negeri. Jumat, 12 Oktober 2012 adalah hari terakhir Fitri menginjakkan kaki di Indonesia. Tidak ada identitas diri yang ia bawa ke China kecuali paspor yang di kemudian hari harus dilepas lantaran ditahan agen.

Pekerja Indonesia: Nasib PRT WNI bekerja ilegal delapan tahun di ...
foto : BBC

Ia menyebut menjalani hari demi hari dengan berat di China. Mulai dari tidak mendapatkan gaji, kabur dari satu agen dan majikan ke lainnya, terjerumus dalam pekerjaan yang ia sebut kotor, hingga memiliki dua anak dari warga negara Afrika yang berbeda. Kini Fitri bermimpi untuk dapat pulang ke Indonesia dan bertemu dengan ayah yang dirindukannya.

Apa yang dialami Fitri adalah contoh kecil dari cerminan kehidupan banyak pekerja migran Indonesia (PMI) yang kini “terjebak hingga akhirnya terlantar” di luar negeri akibat lemahnya perlindungan dan pengawasan dari pemerintah, kata Serikat Buruh Migran Indonesia.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Guangzhou, China, mengatakan Fitri dan kedua anaknya dapat pulang ke Indonesia setelah melengkapi dokumen administrasi dan menjalani hukuman. “Kerja di China itu gaji besar dan proses mudah.” Iming-iming agen di Indonesia membuat Fitri tergiur dan memutuskan bekerja di China.

Pada usia sekitar 22 tahun, Fitri pergi ke China. Tidak ada proses wawancara apalagi pengurusan visa bekerja. Fitri mengklaim tidak mengetahui menggunakan visa turis yang hanya berlaku satu bulan. “Aku ke China tidak bawa kartu keluarga, KTP. Cuma pegang paspor dan 1.000 uang China. Aku dikontrak kerja satu tahun dengan gaji 3.500 yuan (Rp 7,3 juta),” kata Fitri kepada wartawan.

Di luar dugaan, apa yang Fitri alami berbeda jauh dengan apa yang dijanjikan. Ia kabur dari satu majikan ke majikan lain tanpa digaji dengan alasan “uji coba”. “Aku harus bersihkan empat lantai sendiri. Berat sekali kerjanya,” kata Fitri.

Tidak kuat, Fitri memutuskan kabur. Dibantu oleh PRT Indonesia ilegal yang bekerja di agen tersebut, ia pindah ke agen lain di Shenzhen pada tahun 2013. “Di sini aku kerja mengurus bayi umur delapan bulan, dan majikan suami-istri. Gaji lancar satu sampai empat bulan pertama. Setelah itu telat hingga tidak dibayar. Aku pun kabur, dan meninggalkan paspor yang ditahan agen,” kata Fitri.

Pola yang sama terus berulang. Telah lebih dari lima kali ia berganti agen kerja dan belasan kali berganti majikan. Sampai pada satu titik, Fitri mengatakan lelah bekerja sebagai PRT.

“Lalu teman ajak kerja di kafe yang tamunya orang Afrika,” kata Fitri. Ia bekerja di kafe pada tahun 2013. Baru bekerja sekitar satu minggu, ia bertemu dengan WNA Afrika yang menjadi bapak anak Fitri pertama.

Fitri bersama dengan salah satu anaknya. Fitri merupakan Pekerja Rumah Tangga (PRT) ilegal di China yang ingin pulang ke Indonesia.
foto : Kompas

“Dia bilang kamu ikut saya, kayak istri, cuma di rumah dan dinafkahin. Aku awalnya takut dan tidak tahu kalau dia bisnis narkoba. Yang aku tahu dia bisnis beli baju dikirim ke Afrika,” kata Fitri. “Aku tinggal bersama dia sampai hamil empat bulan. Lalu ditinggal pergi begitu saja. Aku mau gugurin tapi tidak bisa,” katanya.

Fitri pun menjalani kehidupan seorang diri bersama dengan anak yang dikandungnya. Tidak memiliki uang dan pekerjaan, sementara pengeluaran selalu mengalir, akhirnya Fitri menjalani pekerjaan yang ia sebut kotor. “Aku kerja kotor buat makan, untuk anakku dan bayar rumah saja, untuk bertahan hidup, tidak lebih,” katanya. Ia bekerja kotor dari kandungan berumur empat hingga delapan bulan.

Di saat kandungan anak pertamanya berumur delapan bulan, Fitri kembali bertemu dengan pria lain yang juga berasal dari Afrika. “Dia baik terima aku lagi hamil, mengurus aku, tinggal di rumah dia, menerima anakku, dan bantu aku melahirkan,” katanya.

Fitri melahirkan anak pertamanya di rumah sakit pada tahun 2015, namun ia mendaftarkan anaknya dengan menggunakan paspor lain yang kemudian menjadi masalah saat ini ketika Fitri ingin pulang ke Indonesia bersama anaknya. Tujuh bulan usai anak pertamanya lahir, nasib buruk menerpa, kata Fitri. Pria asal Afrika pasangan Fitri ditangkap dan dideportasi polisi karena melanggar izin visa.

“Lalu aku kembali bekerja kotor, pergi pagi, pulang malam mencari uang bertahan hidup. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Kerjaan sebagai PRT susah, sementara pengeluaran buat anak besar,” katanya.

Beberapa waktu kemudian, Fitri mendapat pekerjaan sebagai pengurus bayi di daerah Guangzhou. “Aku bekerja sampai satu tahun di sana. Aku mau kerja dan hidup baik dan normal,” katanya.

Pada saat liburan Tahun Baru Imlek 2018, Fitri kembali bertemu pria asal Afrika lainnya dan meninggalkan pekerjaannya untuk tinggal bersama. “Aku hamil dan melahirkan anak kedua sendiri di rumah. Rumah sakit hanya urus potong tali pusar dan bersih-bersih. Ayah anak kedua aku bertanggung jawab merawat kami,” katanya.

Tapi seminggu setelah kelahiran anak kedua, yaitu 29 Oktober 2019, pria itu ditangkap polisi akibat visa yang telah kedaluwarsa dan dideportasi pada bulan Desember tahun itu. Kemudian ia di usir dan kini tinggal di Fosan yang berjarak sekitar 32 kilometer dari Guangzhou, China.

Biaya hidup Fitri dan anaknya diperoleh dari kiriman ayah anaknya yang kedua dan penggalangan dana dari komunitas masyarakat Afrika di China. Ia pun kini tidak tahu bagaimana dapat terus bertahan hidup bersama kedua anaknya di China. Ia tidak mungkin bekerja karena tidak ada orang yang mau mengurus kedua anaknya.

Lika liku kehidupan selama delapan tahun di China telah membuat Fitri lelah dan ingin pulang ke Indonesia. “Mimpi aku cuma ingin pulang ke Indonesia dan bawa anak-anak. Hidup aku susah dan berat banget di sini. Aku lelah dan karena anak saja aku berjuang,” katanya.

Nasib PRT Indonesia di China: Bekerja Ilegal, 8 Tahun Tak Digaji, Punya 2 Anak
foto : Aksi

Namun mimpi Fitri terhalang oleh ketiadaan dokumen baik untuk dirinya maupun kedua anaknya. “Kalau KJRI bisa terbitkan SPLP mungkin aku bisa ke rumah sakit agar mengeluarkan sertifikat kelahiran anak aku. Aku berharap sekali bantuan dari KJRI,” katanya.

SPLP atau Surat Perjalanan Laksana Paspor merupakan dokumen perjalanan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia untuk digunakan dalam perjalanan masuk ke wilayah Indonesia. SPLP diberikan kepada WNI dalam keadaan tertentu apabila paspor biasa tidak dapat diberikan.

Fitri sedang mengurus dokumen persyaratan bagi dirinya dan kedua anaknya untuk dapat pulang ke Indonesia di KJRI Guangzhou. “KJRI bilang bisa buat SPLP untuk aku tapi dengan syarat KK, KTP dan dokumen diri lain. Tapi aku tidak punya dokumen sama sekali. Keluarga di Indonesia juga telah kehilangan kontaknya. Aku tidak tahu harus bagiamana,” katanya.

Sumber : BBC Indonesia

Loading

You cannot copy content of this page