Jual Olahan Jamu Saat Pandemi, Wanita Asal Bantul Raup Cuan hingga Rp 60 Juta/Bulan

Pandemi COVID-19 ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi berdampak pada roda ekonomi dan membuat sejumlah sektor usaha nyaris terhenti.

Sementara sisi lainnya justru membawa berkah, salah satunya bagi industri jamu tradisional. Tidak hanya penjual jamu keliling, nyatanya produsen olahan jamu juga ikut kebanjiran pembeli.

foto : detik

Salah satu yang mendapatkan berkah itu adalah Unun Matoyah (37 tahun), pengusaha produk inovasi jamu asal Dusun Kiringan, Canden, Bantul, Yogyakarta. Diakuinya, di tengah pandemi Corona, olahan jamu ‘Unoi Mandiri’ mendapat banyak permintaan.

Menurutnya, khasiat jamu yang dipercaya bisa mencegah virus Corona karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh jadi salah satu faktor larisnya penjualan produk ramuan tradisional ini saat pandemi.

Ia mengatakan selama pandemi dirinya bisa memproduksi 50 kg sampai 1 kuintal jamu dan mengantongi omzet hingga Rp 60 juta per bulan.

“Itu omzetnya 1 bulan bisa mencapai Rp 60 juta, bertahan sampai 4 bulan, setelah itu kembali normal ke omzet awal Rp 7-9 juta per bulan,” tuturnya kepada detikcom belum lama ini.

Tidak hanya dalam negeri seperti Bogor, Tangerang, Jakarta, Surabaya, Medan, Riau, Kalimantan, Lampung, dan Palembang, Unun menyebut produk olahan jamunya telah merambah Taiwan dan India. Bahkan, produk ‘Unoi Mandiri’ sudah masuk ke swalayan di Australia.

foto : CNNIndonesia

Meski begitu, ia menjelaskan bahwa produk tersebut tidak dikirim langsung olehnya, melainkan melalui distributor dan reseller.

Dari semua produk inovasi jamu yang dijual Unun, jamu instan khususnya empon-empon menjadi produk yang paling diburu saat pandemi.

“Itu dibawa orang Indonesia yang ke sana, dia bawa wedang uwuh nanti dijual lagi di sana. Kalau yang ke Australia itu dibawa reseller,” paparnya.

“Kalau waktu pandemi itu yang paling laku adalah jamu instan. Yang paling laris itu empon-empon yang katanya bermanfaat untuk daya tahan tubuh. Sering orang bilang itu jamu Corona,” tambahnya.

Lebih lanjut, Unun bercerita awal mula dirinya jalani bisnis inovasi jamu yang telah dilakoni sejak tahun 2016. Awalnya Unun belajar meracik jamu karena ingin melestarikan ramuan tradisional khas Indonesia ini.

Sebab, sebagai cucu menantu dari Mbah Djoparto, ia merasa punya kewajiban untuk meneruskan tradisi jamu di Kiringan. Adapun Mbah Djoparto merupakan sesepuh yang dulu mengenalkan resep jamu tradisional dari keraton ke warga Dusun Kiringan.

“Karena Mbah Djoparto kan orang yang pertama kali jualan jamu di Dusun Kiringan. Kok generasi penerusnya nggak ada yang jualan jamu. Terus saya ingin belajar-belajar soal jamu,” jelasnya.

Barulah kemudian, Unun mulai berinovasi mengembangkan produk olahan jamu lain. Kini, ia sudah memiliki produk jamu instan dengan 17 varian, mulai dari kunyit asem, beras kencur, jahe, temulawak, kunyit putih, daun sirsak, daun kelor, kulit manggis, secang, wedang uwuh, empon-empon, hingga uyup-uyup instan.

foto : detik

Di samping itu, ia juga memproduksi rempah, sirup dan selai jamu dengan harga yang bervariasi. Jamu instan semua varian dihargai Rp 15 ribu, sirup jamu Rp 20 ribu per botol, jamu celup Rp 20 ribu, dan wedang uwuh Rp 35 ribu untuk 1 pack berisi 10 pcs.

Dalam merintis usahanya, Unun mendapat bantuan modal KUR dari BRI senilai Rp 10 juta. Bantuan modal tersebut digunakannya untuk keperluan produksi.

“Saya pinjam KUR pertama Rp 10 juta. Sekarang aset sudah sampai Rp 35 juta. Sangat dibantu dari BRI. Buat tambahan beli bahan sama ngembangin beli-beli kemasan. Dulu kan dari plastik, sekarang udah ada botol-botol,” pungkasnya.

Sumber : Detik

Loading

You cannot copy content of this page