Sudah 2 Bulan, Keluarga Belum Dapat Kepastian Pemulangan Jenazah TKI Blitar yang Meninggal di Taiwan

Sudah terhitung dua bulan sejak tenaga kerja wanita (TKW) asal Blitar Suprihatin (44 tahun) meninggal di negara tempatnya bekerja, Taiwan, 17 September lalu. Namun, hingga kini pihak keluarga masih belum mendapatkan kepastian mengenai pemulangan jenazah.

Sumanto (44 tahun), suami Suprihatin, mengeluhkan rumitnya proses pemulangan jenazah istrinya tersebut meski terus berupaya berkomunikasi dengan pihak Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, perusahaan jasa pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI), dan pihak perwakilan pemerintah Indonesia di Taiwan.

ilustrasi meninggal dunia
foto : Kompas

Sumanto mengaku, terakhir dirinya diminta mengirimkan surat pernyataan domisili dan surat keterangan tidak mampu.

“Sudah saya kirim hari Jumat dua pekan lalu. Tapi, setelah itu pihak PT (agen TKI) dan pihak KBRI belum memberikan kepastian kapan atau berapa lama lagi jenazah istri saya dikirim ke Blitar,” ujar Sumanto, saat dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Selasa (16/11/2021).

Surat-surat tersebut, kata dia, diminta oleh kantor perwakilan Pemerintah di Taipei melalui perusahaan jasa pengiriman (agensi) TKI di Malang yang memberangkatkan istrinya ke Taiwan tahun 2018 lalu.

Pengiriman surat-surat itu, kata Sumanto, dia lakukan setelah sebelumnya pihak agensi meminta biaya transportasi darat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta ke Blitar sebesar Rp 9 juta ditanggung dua pihak, keluarga Suprihatin dan agensi.

Namun, Sumanto menyatakan, keberatan dengan permintaan itu dan melaporkannya ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Blitar.

Ilustrasi jenazah
foto : Kompas

Menurut pihak Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, kata Sumanto, pemerintah telah menjamin biaya pemulangan jenazah TKI hingga ke rumah keluarga.

“Saya hubungi pihak-pihak itu tidak pernah mendapatkan jawaban. Padahal, kami hanya ingin tahu kepastiannya saja, kapan jenazah almarhum dapat dipulangkan,” ujar dia.

Sumanto mengatakan, kepastian kepulangan jenazah istrinya sangat berarti bagi keluarga terutama bagi kedua anaknya, Rizky (kelas II SMP) dan Salsabila (kelas I SMP).

Setelah kedua anaknya dapat menerima kematian ibu mereka, kata dia, kini mereka hanya berharap jenazah ibu mereka dapat segera dikuburkan di kampung halaman, Desa Babadan, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.

Menurut Sumanto, anak keduanya, Salsabila, memang masih sering menangis jika teringat ibunya yang sudah meninggal.

Tapi, dia berharap, kesedihan yang ditanggung kedua anaknya akan segera berangsur mereda setelah jenazah ibu mereka dikirim pulang dan dikuburkan.

“Kasihan mereka terutama yang kecil. Dia masih suka terbangun tengah malam dan menangis,” ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, dua bulan lalu pada Jumat (17/9/2021), Sumanto menerima kabar bahwa istrinya, Suprihatin (44 tahun), meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit di Taiwan untuk kedua kalinya.

Memeluk Anak yang Menangis Bisa Membuatnya Produktif saat Dewasa - Cantik  Tempo.co
foto : Tempo

Kabar itu disampaikan oleh pihak agensi yang memberangkatkan Suprihatin ke Taiwan tahun 2018 lalu untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Kabupaten Blitar adalah pemasok TKI terbesar di Jawa Timur setelah Ponorogo dan Banyuwangi. Sebelum pandemi, setidaknya 5.000 warga Blitar berangkat ke luar negeri untuk bekerja.

Namun, lembaga pemantau isu buruh migran seperti Migrant Care menyebut bahwa riilnya bisa dua kali lipat dari angka resmi.

Mayoritas dari TKI adalah kaum perempuan yang bekerja di sektor informal yaitu sebagai pembantu rumah tangga.

Sumber : Kompas

Loading

You cannot copy content of this page