Kisah WNI di Eropa di Tengah Harga BBM dan Tarif Listrik yang Terus Melambung

Harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik melambung tinggi di Swedia sejak perang antara Rusia dan Ukraina pecah pada Februari 2022. Kini, pengeluaran masyarakat jadi naik dua kali lipat untuk konsumsi energi mereka.

Laurensia (55 tahun), Warga Negara Indonesia (WNI) yang menetap di Swedia mengungkapkan harga BBM jenis bensin sudah naik 57,14 persen dalam dua bulan terakhir, yakni dari 14 krona Swedia atau setara Rp 21.140 per liter (kurs Rp1.510 per krona) menjadi 22 krona atau Rp 33.220 per liter.

In Europe, soaring petrol prices become the new normal | Euronews
foto : Euronews

“Biasanya bayar 700 krona, sekarang bayar sekitar 1.100 krona untuk full tank (kapasitas BBM di mobil), 50 liter,” ungkap Laurensia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/4).

Begitu juga dengan tagihan listrik. Laurensia biasa membayar tagihan listrik sekitar 4.000 krona atau Rp 6,04 juta per bulan.

Kini, ia harus merogoh kocek lebih dalam hingga 9.000 krona atau Rp 13,59 juta per bulan. “Sebenarnya sudah naik sedikit sebelum invasi Rusia, tapi tambah parah karena invasi,” kata Laurensia.

Tak hanya BBM dan tarif listrik, harga bahan pangan pun ikut naik, seperti sayur-sayuran, keju, hingga daging. Sebelumnya, ia mengalokasikan dana sebesar 1.200 krona atau Rp 1,81 juta per minggu untuk belanja, kini naik menjadi 1.700 krona atau Rp 2,56 juta per minggu.

“Harga bahan makanan naik sekitar 20 persen. Padahal, ini belum beli daging untuk Paskah, sudah naik semua,” tuturnya.

Pound Swedish Krona (GBP/SEK) Exchange Rate Flat as Sweden Brings  Coronavirus Under Control - TorFX News
foto: TorFXNews

Menurut Laurensia, harga bahan makanan ikut-ikutan mahal karena Swedia mengimpor banyak komoditas pangan dari Ukraina. Hal ini seperti hasil pertanian dan perkebunan.

“Inflasi jadi tinggi sekali. Harga kebutuhan pokok diperkirakan naik terus karena kenaikan harga BBM dan situasi Ukraina. Tapi tidak pasti tingginya seberapa, karena tergantung persediaan di pasar,” jelas Laurensia.

Meski begitu, ia enggan untuk menyetok bahan makanan dalam jumlah banyak di situasi seperti sekarang. Begitu juga dengan BBM, tidak disimpan dalam jumlah banyak.

Sebab, menurutnya, ketimbang menimbun dalam jumlah banyak, lebih baik mencari substitusi atas berbagai kebutuhan pokok.

“Tadinya pakai pemanas yang langsung (bersumber dari) listrik, tapi sekarang mahal sekali. Alternatifnya bisa ambil dari panas bumi. Sekarang juga lagi in (ngetren), pengembangan hidrogen sebagai BBM,” ucap Laurensia.

Di sisi lain, ia menuturkan bahwa pemerintah telah menyiapkan program subsidi bagi masyarakat. Salah satunya rencana pemberian subsidi bagi pembelian mobil listrik.

Russia-Ukraine war: what we know on day 39 of the Russian invasion | Russia  | The Guardian
foto : TheGuardian

Hal itu bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada mobil dengan BBM. Namun, ia mengaku belum tahu banyak soal rencana subsidi tersebut.

“Yang lagi hangat sekarang karena Swedia setop beli BBM dari Rusia, sekarang yang beli mobil baru hybrid dan mobil listrik akan dapat subsidi, tapi saya masih kurang menyimak beritanya,” pungkas Laurensia.

Sumber : CNN Indonesia

Loading

You cannot copy content of this page