Tak Disangka! Detensi Imigrasi Malaysia Jadi Pusat Penularan Corona

Kementerian Kesehatan mengatakan pusat-pusat detensi imigrasi ‘berisiko tinggi’ setelah lonjakan kasus, menyusul serangkaian penggerebekan selama lockdown.

Malaysia memberlakukan karantina wilayah yang cukup ketat. Namun, lonjakan kasus infeksi masih terjadi, terutama di pusat detensi imigrasi. Pusat-pusat detensi itu saat ini dipenuhi 2.000 migran ilegal, hasil penggerebekan di bulan Mei.

foto : yahoonews

“Kami telah mengidentifikasi pusat-pusat penahanan sebagai daerah berisiko tinggi,” kata Dr Noor Hisham Abdullah, direktur jenderal Kementerian Kesehatan, pada konferensi pers pada 26 Mei sebagaimana diberitakan Al Jazeera.

Sekitar 35 kasus infeksi diidentifikasi di pusat detensi imigrasi di dekat Kuala Lumpur pada 22 Mei. Empat hari kemudian, jumlahnya telah melonjak menjadi 227 di tiga lokasi, dan pada 31 Mei, telah mencapai 410 di empat lokasi.

“Penggerebekan ini dengan dalih menghentikan penyebaran Covis-19 hanya berfungsi untuk semakin menyebarkan virus,” kata Beatrice Lau, Kepala Misi Dokter Tanpa Batas (Medecins Sans Frontieres, atau MSF) di Malaysia kepada Al Jazeera. “Pihak berwenang telah diperingatkan tentang risiko infeksi di pusat penahanan berkali-kali.”

Pihak berwenang memulai penggerebekan pada 1 Mei di daerah-daerah “zona merah” Covid-19, yang diawasi dengan ketat oleh polisi dan militer. Malaysia menetapkan suatu wilayah sebagai zona merah, bila di dalamnya terdapat 41 kasus positif virus corona. Daerah zona merah dikarantina dengan ketat, yang ditandai dengan dengan gulungan kawat berduri untuk menutup area tersebut. Pagar betis itu, untuk mencegah penduduk masuk atau keluar.

Penggerebekan tersebut memicu reaksi cepat dari Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Malaysia, serta kelompok kesehatan dan aktivis HAM, yang memperingatkan tentang risiko menahan migran di fasilitas yang penuh sesak. “Pengabaian terhadap kehidupan migran oleh pihak berwenang mengerikan,” kata Preethi Bhardwaj, Direktur Eksekutif Amnesty International Malaysia kepada Al Jazeera. “Kesehatan dan nyawa [tahanan] telah dipertaruhkan.”

foto : Skugal

Diperkirakan ada 2-4 juta pekerja migran tidak berdokumen di Malaysia pada tahun 2018, di samping lebih dari 2 juta pekerja migran yang terdokumentasi, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Juga terdapat 180.000 pengungsi dan pencari suaka juga terdaftar di badan pengungsi PBB (UNHCR) yang juga dianggap “imigran ilegal” karena Malaysia bukan penandatangan Konvensi Pengungsi PBB.

Pihak berwenang telah menutup lebih dari 65 bisnis yang ditemukan dijalankan oleh orang asing tidak berdokumen. Mereka juga menyarankan pemilik properti bisnis dan perumahan untuk tidak menyewakan kepada orang-orang tanpa surat-surat yang diperlukan.

Sejumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Malaysia mengantre saat tiba di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Kamis 9 April 2020. Sebanyak 134 orang TKI yang terdampak ‘lockdown’ atau karantina wilayah COVID-19 di Malaysia tersebut selanjutnya akan mengikuti proses karantina di bawah pengawasan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sumut sebelum dipulangkan ke daerah asal mereka masing-masing.

Salah satu industri yang sangat terpukul adalah pasar grosir negara itu, di mana orang asing biasanya merupakan mayoritas dari tenaga kerja. Bahkan mereka yang memiliki dokumentasi yang diperlukan sekarang ditolak masuk, dan pasar sejak itu berjuang untuk menemukan orang Malaysia bersedia untuk menggantikan mereka.

Sumber : The Star, Al Jazeera

Loading

You cannot copy content of this page