Populasi Lansia Kian Dominan, China Dorong Pasutri Punya Anak Banyak!

Otoritas China akan mendorong pasangan suami istri menambah anak dalam upaya menyeimbangkan jumlah populasi lanjut usia, melalui rencana 5 tahun, yakni 2021-2025.

Pemerintah akan menawarkan bantuan keuangan serta kebijakan ekstensif lain untuk mendorong pasutri memiliki lebih banyak anak.

China's 13 Million Undocumented: What is 'Hukou'? - YouTube
foto : WSJ

“Kebijakan kependudukan yang lebih inklusif akan diperkenalkan untuk meningkatkan kesuburan, kualitas tenaga kerja, dan struktur penduduk,” kata Wakil Presiden Asosiasi Populasi China, Yuan Xin, dikutip dari Reuters, pada hari Senin (23/11/2020).

China memperkenalkan “kebijakan satu anak” yang kontroversial pada 1978 dengan alasan untuk mengurangi kemiskinan.

Perekonomian negara digerogoti oleh pertumbuhan populasi yang cepat saat itu, terutama di perdesaan.

Namun negara terpadat di dunia itu mengubah haluan pada tahun 2016 dengan mengizinkan pasangan untuk memiliki dua anak.

Kebijakan ini diambil untuk mengatasi peningkatan pesat jumlah kalangan lanjut usia serta berkurangnya angkatan kerja.

Para ahli demografi menilai, kebijakan di tahun 2016 itu belum cukup mengatasi krisis kependudukan sehingga semua batasan harus dicabut.

Jumlah penduduk berusia 60 tahun atau lebih dilaporkan mencapai 254 juta pada akhir 2019 atau mengisi 18,1 persen dari total populasi.

Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 300 juta pada tahun 2025 dan 400 juta pada tahun 2035. Kondisi ini akan memberikan tekanan besar pada sistem perawatan sosial.

foto : Chinadaily

Selain itu jumlah penduduk usia kerja akan menurun hingga 200 juta pada tahun 2050. Jumlah kelahiran hidup per 1.000 orang di China turun ke rekor terendah yakni 10,48 orang pada tahun 2019, turun dari 10,94 pada tahun 2018.

“Agar proaktif mengatasi populasi yang menua, langkah-langkah mendesak diperlukan untuk mereformasi kebijakan keluarga berencana dan membebaskan kesuburan,” kata pakar demografi Akademi Ilmu Sosial China, Zheng Bingwen.

Sumber : South China Morning Post, Reuters

Loading

You cannot copy content of this page