Atasi Kekeringan, Negara Ini Berupaya Redupkan Sinar Matahari!

Otoritas Afrika Selatan dilaporkan akan “meredupkan” sinar matahari yang menyinari negara itu secara permanen demi mengatasai kelangkaan air.

Menyusutnya persediaan air menjadi kekhawatiran di Afrika Selatan sejak beberapa tahun terakhir.

Rencana yang terdengar seperti film fiksi ilmiah itu dianggap para ilmuwan sebagai cara paling efektif untuk menyelamatkan negara dari sengatan panas musim kemarau yang mematikan.

Skema ini akan dilakukan dengan memompa sejumlah besar gas ke atmosfer di atas Kota Cape Town.

Ini mengingatkan dengan film yang rilis pada tahun 2007 meski dengan kasus sebaliknya, para ilmuwan menyalakan kembali sinar matahari yang sekarat menggunakan bom nuklir pada tahun 2057.

Para ahli Universitas Cape Town mengatakan, rencana tersebut diharapkan mampu mengurangi krisis air di Cape Town secara signifikan.

Kekhawatiran akan datangnya ‘Day Zero’, saat di mana tidak ada cukup air untuk memenuhi kebutuhan semua warga, menghantui Afrika Selatan selama bertahun-tahun.

Ini diperparah dengan kondisi iklim, di mana para ilmuwan memprediksi musim kering di Cape Town akan tiga kali lipat lebih parah pada tahun 2100.

Dalam penelitian yang diterbitkan 2 pekan lalu di jurnal Environmental Research Letters, para ilmuwan menguraikan satu cara gila untuk menghindari bencana semacam itu.

Dalam makalah, sebagaimana diterbitkan surat kabar The Mail dan Guardian, para peneliti menyarankan penyuntikan partikel gas sulfurdioksida ke atmosfer di atas Cape Town.

Gas akan membentuk awan besar di atas kota yang bisa menangkis terpaan sinar matahari, sehingga kondisi di bawahnya lebih sejuk.

Menurut peneliti, cara ini bisa mengurangi kemungkinan Day Zero hingga 90 persen, yang diprediksi melanda Cape Town pada tahun 2100.

“Temuan kami menunjukkan, menjaga suhu rata-rata global pada level di 2020 melalui SAI akan mengimbangi risiko kekeringan Day Zero hingga 90 persen yang diproyeksikan terjadi pada akhir abad, menghindari risiko kekeringan serupa dengan tingkat saat ini,” kata tim peneliti.

Para peneliti menegaskan, temuan tersebut tidak boleh dilihat sebagai alternatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Cape Town mencapai posisi paling dekat dengan Day Zero pada 2017 akibat kekeringan terparah dalam 384 tahun, menyebabkan kapasitas bendungan kota di bawah 13 persen.

Saat itu penduduk kota tinggal menunggu beberapa pekan di mana keran di rumah-rumah tak bisa mengeluarkan air lagi, sehingga harus dilakukan pendistribusian sebagai jatah harian.

Namun sebagian ahli mengecam gagasan menyuntikkan gas ke atmosfer untuk mengekang efek pemanasan global.

Cara itu berpotensi mengganggu sistem iklim. Dalam makalah yang diterbitkan pada Desember 2018 lalu, kelompok advokasi sains Climate Analytics menyatakan, cara tersebut kemungkinan besar akan menjadi sumber konflik antar-negara.

Sumber : Science Fellow, Democratic Alliance, weforum

Loading

You cannot copy content of this page