Penelitian Menunjukkan Antibodi Vaksin COVID-19 Pfizer 10 Kali Lebih Kuat dari Sinovac

Hasil penelitian terbaru di Hong Kong menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 dari Pfizer menghasilkan level antibodi lebih tinggi dari vaksin Sinovac. Selisihnya nyaris 10 kali lebih tinggi.

Penelitian itu diterbitkan di jurnal The Lancet. Ada 1.442 pekerja tenaga kesehatan yang diperiksa setelah disuntik vaksin COVID-19.

Pada hasil awal ini, ada 93 partisipan yang selesai dianalisis, 63 orang disuntik BNT162b2 (Pfizer/Comirnaty) dan 30 orang menggunakan Sinovac.

Peneliti melakukan tes dengan Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), surrogate virus neutralisation (sVNT), dan plaque reduction neutralisation test (PRNT).

“Pada pekerja nakes yang mendapatkan vaksin BNT162b2, konsentrasi antibodi yang diukur dengan ELISA dan sVNT naik secara substansial setelah dosis pertama dan naik lagi setelah vaksinasi kedua,” tulis hasil penelitian di The Lancet, dikutip Senin (19/7/2021).

Ada 12 partisipan yang telah diuji PRNT yang dipakai untuk mengukur antibodi untuk menetralkan virus. Hasilnya, rata-rata level antibodi dari dua vaksin Pfizer adalah 269, sementara bagi Sinovac adalah 27.

Epidemiolog Ben Cowling dari Universitas Hong Kong yang terlibat dalam penelitian ini menegaskan bahwa lebih baik tetap divaksin walau menggunakan inactivated vaccine seperti Sinovac.

“Jangan membuat kesempurnaan menjadi musuh hal baik,” ujarnya kepada AFP. “Jelas lebih baik berangkat dan divaksin dengan inactivated vaccine ketimbang menunggu dan tidak divaksin.”

Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkap, masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah cenderung banyak yang tidak mempercayai keamanan vaksin Covid-19. Keyakinan akan keamanan terhadap vaksin justru banyak ditemui pada mereka yang memiliki pendidikan menengah ke atas.

Hal ini diungkapkan LSI dalam rilis survei terbarunya yang bertajuk “Sikap Publik terhadap Vaksin dan Program Vaksinasi Pemerintah” pada Minggu, 18 Juli 2021.

“Yang berpendidikan tinggi umumnya yakin vaksin itu aman,” ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei LSI yang digelar secara daring itu.

Sementara dari segi usia, menurut Djayadi, mereka yang menganggap vaksin Covid-19 tidak aman kebanyakan dari jenjang usia hampir lansia.

Mereka yang meyakini vaksin tidak aman angkanya hanya 26,5 persen. Sementara 69,3 persen percaya akan keamanan vaksin Covid-19. Sedangkan sisanya memilih tidak menjawab.

Responden yang berasal dari lulusan SD menempati porsi paling tinggi yang meragukan ketidakamanan vaksin Covid-19, yakni mencapai 32,2 persen. Sementara mereka yang mempercayai keamanan vaksin di level pendidikan yang sama sebesar 63,1 persen.

Sebaliknya, pada jenjang pendidikan lulusan Strata 1 (S-1) mereka yang mempercayai keamanan vaksin Covid-19 mencapai 80,7 persen. Sementara yang tidak percaya pada level pendidikan sederajat hanya 15,3 persen.

Sumber : Business News, Moment News, The Lancet, AFP

Loading

You cannot copy content of this page