Wali Kota Perempuan di Afghanistan Mengaku Pasrah Jika Dibunuh Taliban

Zarifa Ghafari dikenal merupakan wali kota perempuan pertama di Afghanistan. Sosoknya jadi sorotan lantaran turut bersuara usai Taliban resmi menduduki ibu kota Kabul dan menguasai Afghanistan.

Kekhawatiran tersebut kian kuat lantaran di masa lampau Taliban mengecam kebebasan para perempuan di Afghanistan. Bahkan Zarifa Ghafari kini mengaku pasrah jika suatu saat Taliban datang ke rumahnya dan membunuhnya.

Lantas siapa sosok Zarifa Ghafari, berikut rangkuman beritanya dilansir dari berbagai sumber.

Seperti dilansir New York Times, pada hari Rabu (18/8/2021) Zarifa Ghafari merupakan putri pasangan guru dan seorang pasukan khusus Afghanistan. Ghafari merupakan lulusan sarjana ekonomi di India.

Selain kuliah, Ghafari juga merupakan wirausaha, ia sempat memiliki sebuah stasiun radio populer yang ditujukan untuk wanita di Wardak.

Saat berlibur ke rumahnya, keluarga Ghafari memintanya untuk mengikuti ujian pegawai negeri. Saat itu, Presiden Ashraf Ghani menggelar perekrutan berbasis prestasi untuk pegawai negeri.

Saat kembali ke India untuk melanjutkan pendidikan master, Ghafari ditelpon seorang temannya. Saat itu disebutkan Presiden Ashraf Ghani mengumumkan di Facebook bahwa Ghafari telah ditunjuk sebagai walikota Maidan Shar.

“Saya tidak percaya saya bisa mendapatkan pekerjaan ini, karena saya orang yang tidak memiliki kekuatan politik atau harta,” katanya. “Tetapi ketika saya melakukannya, saya tahu saya ingin berada di sini dan mencoba mengubah masyarakat.”

Saat memenangkan kursi wali kota Maidan Shahr pada 2018 lalu, dia masih lajang. Sosoknya disorot lantaran menjadi wanita pertama dan wanita termuda dalam sejarah yang memegang jabatan sebagai wali kota di Afghanistan.

Kala pertama kali menjabat, Zarifa Ghafari masih sangat muda, yakni berusia 26 tahun. Zharifa menjabat sebagai wali kota pada Maret 2018 lalu di kota berpenduduk 35.000 orang di Provinsi Wardak, Afghanistan.

Saat itu, dirinya memasang spanduk dengan nama dan foto dirinya mengenakan kerudung merah dengan slogan kampanye anti-sampahnya “Mari kita jaga kota kita bersih.”

Zarifa Ghafari berada di di garis depan perjuangan untuk hak-hak perempuan di Afghanistan.

“Tugas saya adalah membuat orang percaya pada hak-hak perempuan dan kekuatan perempuan,” tulisnya di Twitter.

Zarifa Ghafari tinggal di sebuah rumah di Kabul, ibu kota Afghanistan. Karena pekerjaannya, dia harus bolak-balik ke Maidan Shar setiap hari karena alasan keamanan.

Ghafari sebenarnya diangkat pada musim panas 2018 oleh presiden Afghanistan, Ashraf Ghani. Namun saat baru bekerja pada Juli 2018, banyak orang memprotes dirinya di kantor Wali Kota sambil membawa tongkat dan batu. Wali kota tersebut bahkan harus dikawal keluar oleh badan intelijen Afghanistan dan Direktorat Keamanan Nasional.

“Itu adalah hari terburuk dalam hidupku,” katanya.

“Jangan kembali,” cemooh pengunjuk rasa saat dia pergi. Sebagian dari pengunjung rasa disebut merupakan pendukung Gubernur Wardak, Mohammad Arif Shah Jahan, yang dituduh mendalangi protes karena dia menentang penunjukan seorang wanita sebagai pemimpin.

Karena ditentang, Zarifa Ghafari tak patah semangat. Ia langsung pergi ke istana presiden di Kabul dan mengatakan kepada para pejabat di sana bahwa dia tidak akan menyerah begitu saja.

“Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya akan menuntut hak saya untuk menjabat, bahkan jika saya harus membakar diri di depan istana,” katanya. “Itu bukan ancaman kosong.”

Butuh waktu sembilan bulan untuk meyakinkan publik soal kemampuannya. Dia mulai mengadakan pertemuan 20 pejabat kota, semuanya laki-laki meski tak berjalan mulus.

Saat itu, beberapa pejabat datang terlambat. Banyak yang menolak mengangkat telepon Zarifa Ghafari. Beberapa berbincang namun mengabaikan Ghafari hingga akhirnya dia berteriak kepada para pejabat di sana. “Ini pertemuan formal,” katanya. “Jika seseorang merasa ada masalah pribadi, dia bisa pergi,” lanjutnya.

Setelah itu, para pejabat kembali duduk mendengarkan selama beberapa menit. “Kembalilah bekerja dan lakukan pekerjaan Anda,” katanya sambil menunda pertemuan. Tawa keras pun terdengar dari ruangan setelah Ghafari pergi.

Setelah berusaha keras, kegigihan Ghafari mulai membuat banyak pihak menghormatinya. Meski masih ada juga yang sering menghinanya.

“Kadang-kadang tampaknya semua orang hanya menentang wanita, dan ketika seorang wanita aktif di masyarakat, mereka dapat mencap Anda sebagai wanita yang tidak bermoral,” katanya.

Prestasi yang dia raih membuatnya mendapatkan dukungan lebih banyak. Saat itu dia berhasil memulai kembali proyek jalan yang sempat tertunda selama 12 tahun lamanya.

“Beri dia pujian,” ujar salah satu pria yang hadir dalam pertemuan di Kantor Gubernur. “Proyek itu dihentikan selama 12 tahun, dan dia di sini selama sebulan dan dimulai kembali. Dia mungkin seorang wanita, tapi dia kuat.”

Sumber : Oneindia News, 東森新聞 CH51, New York Times

Loading

You cannot copy content of this page